[Jawa][pgallery]

Inilah 5 Klenteng Tertua di Indonesia

Klenteng
Klenteng atau kelenteng (bahasa Hokkian: bio) adalah sebutan untuk tempat ibadah penganut kepercayaan tradisional Tionghoa di Indonesia pada umumnya. Dikarenakan di Indonesia, penganut kepercayaan tradisional Tionghoa sering disamakan sebagai penganut agama Konghucu, maka klenteng dengan sendirinya sering dainggap sama dengan tempat ibadah agama Konghucu. Di beberapa daerah, klenteng juga disebut dengan istilah tokong. Istilah ini diambil dari bunyi suara lonceng yang dibunyikan pada saat menyelenggarakan upacara.

Kelenteng adalah istilah “generic” untuk tempat ibadah yang bernuansa arsitektur Tionghoa, dan sebutan ini hanya dikenal di pulau Jawa, tidak dikenal di wilayah lain di Indonesia, sebagai contoh di Sumatera mereka menyebutnya bio di Sumatera Timur mereka menyebutnya am dan penduduk setempat kadang menyebut pekong atau bio di Kalimantan di etnis Hakka mereka sering menyebut thai Pakkung, pakkung miau, shinmiau. Tapi dengan waktu seiring, istilah ‘kelenteng’ menjadi umum dan mulai meluas penggunaannya.

Bukti peninggalan sejarah dari masuknya ajaran Buddha ke Indonesia terlihat dari banyaknya berdiri kelenteng atau vihara yang tersebar di berbagai daerah Indonesia. Berikut lima kelenteng tertua yang ada di Indonesia.

1. Klenteng Hong Tiek Hian, Surabaya Berdiri : 1293

Klenteng Hong Tiek Hian
Klenteng tertua di Surabaya dan tertua di Indonesia. Klenteng ini konon dibangun oleh Pasukan Tar-Tar di zaman Khu Bilai Khan berdiri pada awal Kerajaan Mojapahit sekitar abad ke-13. Ketika itu, Khu Bilai Khan bersama rombongannya melakukan perjalanan ke Indonesia. Setibanya di Surabaya mereka membangun tempat beribadah yang di arsiteki sendiri. Klateng ini Berdiri di kawasan Pecinan Surabaya, Inilah Klenteng Hong Tiek Hian, klenteng yang sudah berdiri ratusan tahun lamanya.

Klenteng ini terdiri dari dua bangunan utama. Di antara kedua bangunan terdapat gang bernama Gang Dukuh 2. Di gang yang sekaligus menjadi jalan utama menuju ke pemukiman penduduk tersebut tampak gapura bergaya khas China.

Bertempat di Jalan Dukuh No 231 Surabaya, klenteng ini menjadi landmark kawasan Pecinan Surabaya tepatnya timur Jembatan Merah. Kini, tempat religius ini dikunjungi oleh banyak orang setiap harinya. Selain sebagai tempat ibadah, di tempat ini juga sering diselenggarakan acara-acara tradisional China seperti pertunjukkan wayang Pho Tee Hi atau perayaan hari-hari besar China seperti Imlek.
Baca : Klenteng Tertua di Indonesia Hong Tiek Hian, Surabaya, Wisata Religi yg Wajib Anda Kunjungi

2. Klenteng Talang Cirebon Berdiri : 1450

Klenteng Talang Cirebon
Kelenteng Talang Cirebon ini letaknya sangat dekat dengan Gedung BAT, namun Kelenteng Talang Cirebon ini memang sengaja dilewatkan ketika kami berkunjung ke Gedung BAT karena menunggu seorang teman yang baru bisa pergi berkeliling di Cirebon keesokan harinya. Baru dua hari kemudian kami berkunjung ke Kelenteng Talang ini dengan menumpang becak.

Konon Kelenteng Talang ini sebelumnya bernama Sam Po Toa Lang. Toa-Lang artinya adalah orang-orang besar. Nama itu diambil untuk menghormati tiga tokoh besar muslim utusan dinasti Ming yang pernah singgah di Cirebon, yaitu Laksamana Cheng Ho, Laksamana Kung Wu Ping, dan Laksamana Fa Wan.

Bagian depan kelenteng adalah bagian pendopo. Konstruksi atap pendopo disangga enam tiang. Lantai pendopo dari bahan tegel berwarna merah dengan ukuran 40 x 40 cm. Plafon ruang serambi dari kayu jati, di kiri kanan ruang serambi ini terdapat kamar masing-masing difungsikan untuk gudang. Di antara ruang serambi dan halaman terbuka, pada bagian atapnya terdapat ukiran krawangan motif flora dan fauna.

Menuju ke ruang utama melalui halaman terbuka, dan ruang utama posisinya lebih tinggi. Ruang utama ini berupa bangunan terbuka. Di bagian depan terdapat genta dan kilin (patung singa) terbuat dari bahan batu pasir arkose sangat padu. Atap ruang utama disangga enam tiang warna merah polos. Dua umpak di depan berupa batu andesit bulat polos. Lantai di ruang utama berupa tegel warna merah dengan ukuran 40 x 40 cm. Kuda-kuda berhias ukiran motif flora dan fauna dominan warna hijau. Altar utama di ruang ini terbuat dari bahan kayu jati. Altar tersebut merupakan tempat persembahyangan kepada Kong Hu Chu.


3. Klenteng Hok Tek Ceng Sin Jepara Berdiri : 1466

Klenteng Hok Tek Ceng Sin Jepara
Berdiri pada 1466, bangunan utama Kelenteng Hok Tek Ceng Sin, Jepara, menggunakan atap pelana tumpang khas bangunan Tiongkok. Di puncaknya terdapat patung sepasang naga berebut mustika, dengan tulisan huruf Tionghoa "Naga adalah lambang keadilan, kekuatan dan menjadi penjaga barang-barang dan tempat suci".

Sepasang Ciok say tampak berjaga di Kelenteng Hok Tek Ceng Sin Jepara ini. Ciok say (Singa Kilin) tersusun dari 18 jenis binatang. Badan kuda sisik ular dan ikan, buntut kura-kura, kaki burung-macan-kerbau-menjangan, mata kepiting, telinga kelinci, taring macan, jenggot dan mulut singa. Ciok say jantan memegang bola dan betinanya memegang anaknya.

Di Serambi ada Hiolo Thian berkaki tiga untuk memuja Dewa Langit. Relief pada badan hiolo juga menampilan wajah raksasa dan binatang yang menyerupai kepiting dan belalang sembah. Tak ada ornamen naga pada hiolo ini. Namun pada pilar tampak melilit seokor naga dengan mata yang mencorong menyala, berhadapan dengan harimau. Naga melambangkan keselamatan, serta pelindung arah timur yang melambangkan musim semi atau mulainya kehidupan baru. Sedangkan harimau melambangkan keberanian dan pelindung dari roh-roh jahat, serta pelindung arah barat (musim gugur).

Lubang hawa dan cahaya bulat besar pada dinding dihias ornamen sepasang naga yang sangat indah. Pada setiap pilar di serambi Kelenteng Hok Tek Ceng Sin Jepara terdapat lukisan binatang yang menggambarkan 12 Shio dalam tradisi Tionghoa, yaitu Tikus, Kerbau, Harimau, Kelinci, Naga, Ular, Kuda, Kambing, Monyet, Ayam, Anjing, dan Babi. Vihara Avalokitesvara, Kota Serang

4. Vihara Avalokitesvara Serang Kota Berdiri : 1542

 Vihara Avalokitesvara Serang Kota
Inilah vihara tertua di Provinsi Banten, konon vihara ini sudah dibangun sejak abad 16. Pembangunan vihara ini juga tidak bisa dilepaskan dari Sunan Gunung Jati, salah satu dari sembilan wali penyebar agama Islam di Indonesia. Inilah Vihara Avalokitesvara yang terletak 15 km arah utara dari Kota Serang, Banten.

Vihara Avalokitesvara memiliki luas mencapai 10 hektar dengan altar Dewi kwan Im sebagai Altar utamanya. Di altar ini terdapat patung Dewi Kwan Im yang berusia hampir sama dengan bangunan vihara tersebut. Selain itu di sisi samping kanan dan kiri terdapat patung dewa-dewa yang berjumlah 16 dan tiang batu yang berukir naga.

Kelenteng yang pernah terbakar pada tahun 2009 ini juga memiliki ukiran yang menceritakan bagaimana kejayaan Banten Lama saat masih menjadi kota pelabuhan yang ramai. Terletak di samping vihara, ukiran ini juga menceritakan bagaimana vihara ini digunakan sebagai tempat berlindung saat terjadi tsunami beserta letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883.

5. Klenteng Dewi Welas Asih Cirebon Berdiri: 1595

Klenteng Dewi Welas Asih Cirebon
Vihara atau Kelenteng Dewi Welas Asih (Kwan Im) terletak di sebelah gedung Bank Mandiri dan di seberang gedung BAT, atau tepatnya di Jl Kantor No 2. Vihara ini diperkirakan berdiri tahun 1595 dan termasuk dalam benda cagar budaya.

Mengenai kapan berdirinya Vihara Dewi Welas Asih ini tidak ada bukti yang jelas. Hanya saja, sebuah papan kecil yang memuat pepatah atau peribahasa sebagai penghormatan kepada dewa-dewa, tertulis 1658 M di sebelah kiri.

Denah Vihara Dewi Welas Asih ini terbagi menjadi halaman, bangunan utama, dan bangunan sayap. Memasuki halaman pertama, pengunjung akan melintasi gapura berbentuk bentar berwarna hitam. Menuju halaman kedua, pengunjung melewati pintu gerbang untuk masuk ke dalam bangunan utama. Di situ terdapat bangunan Pat Kwa Cheng (tempat peristirahatan) dan tempat peribadatan agama Buddha yang dikenal dengan Cetya Dharma Rakhita.

Bangunan Vihara Dewi Welas Asih ini dihiasi oleh ornamen-ornamen China, seperti naga di atap bangunan utama, juga ukiran-ukiran di tiang penyangga bangunan.

Bangunan utama Vihara Dewi Welas Asih ini terdiri atas serambi dan ruang utama. Ruang utama memiliki ruang bagian depan, tengah dan ruang suci utama. Pada bagian ruang tengah utama terdapat altar untuk memuja Dewa Hok Teng Ceng Sing (Dewa Bumi), dan altar untuk Dewa Seng Ho Yah (Dewa Akhirat//Hukum). Sedangkan, pada ruang suci utama terdapat altar untuk memuja dewa utama mereka yaitu Kwan Im (Dewi Welas Asih), Kwan Kong (Dewa Panglima Perang), Ma Zu (Dewi Pelindung laut), Wei Tuo (Bodhisattva pelindung Dharma). Juga terdapat beberapa lukisan-lukisan di dinding.
Previous
Next Post »